Selasa, 18 September 2012

"OTAK DAN PIKIRAN"
Manusia yang masih hidup berarti tinggal di dunia (alam semesta). Untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini, semua orang telah berusaha menggunakan otak dan pikirannya. Apakah dengan mengoptimalkan otak dan pikiran sudah berarti cukup aman bagi manusia untuk selamat/bahagia. Kalau ukurannya hanya bahagia di dunia, bisa jadi sudah cukup. Namun kenyataannya, ternyata banyak orang yang sudah meraih segala isi dunia merasakan kehampaan dan kekosongan jiwa. Mengapa hal ini terjadi?
Karena sesungguhnya manusia itu bukan hanya jasad saja yang memerlukan isinya dunia. Manusia dibalik jasadnya ada bagian yang harus diperhatikan yaitu : jiwa. Bagaimana memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan jiwa.
Selamat membaca buku "Brain & Mind Optimalization Program, sebagai upaya mengajak manusia untuk memberikan  makanan batiniah yang sesuai dengan kebutuhan jiwa. Karena banyak orang yang seolah-olah sudah memberikan makanan batiniah, akan tetapi makanan itupun tidak sampai memuaskan jiwa. Karena sesungguhnya jiwa itu dalam genggaman kekuasaan Tuhan.

Salam
Sri Amin Wahyudi

Minggu, 20 April 2008

Betapa Sulitnya Mengendalikan Diri (2)

Pengalaman ke dua ini kukisahkan karena pengalaman inilah yang memberikan Ilham dalam diriku ini untuk berjuang mengingat Allah, walaupun dengan seujung kuku yang mampu bisa kulakukan. Malu sebenarnya untuk mengisahkan hal ini, karena kebodohan dan ketolollanlah sehingga terjadi kisah seperti ini. Namun karena dorongan yang kuat agar inti dari cerita ini dapat ditangkap oleh yang membacanya, maka kucoba untuk mengurainya. Semoga dengan kisah ini dapat memberikan inspirasi-inspirasi yang lain yang lebih bermanfaat. Waktu yang terus berlalu sebagai modal utama untuk tetap berjuang mendekat kepada Allah, walaupun kutahu bahwa setiap orang pasti akan merasa kehabisan modal dan banyak yang tidak menyadarinya. Karena dengan seiringnya berjalannya waktu, berarti umur kita akan bertambah dan semakin dekat dengan maut. Dengan kata lain modal kita akan semakin hari semakin berkurang itu pasti. Namun tidak semua orang menyadari bahwa modalnya akan habis seketika jika memang hal itu sudah menjadi kehendak Allah SWT.
Hampir setiap malam di Cimahi, jika bangun tengah malam (di atas jam 12 malam) apabila akan buang air kecil selalu saya perintahkan diri ini untuk mandi (melawan rasa dingin). Suatu ketika jam baru menunjukkan kira-kira jam 11.00 malam, saya ke kamar mandi dan menemukan baju seragam ketinggalan. Saya tanya ke teman-teman yang pada waktu itu belum tidur, siapa yang ketinggalan baju di kamar mandi. Ternyata bajunya Mahasiswa dari kota Semarang yang aslinya dari luar pulau Jawa.
Anak ini sebelumnya pernah bercerita kalau sudah biasa keluar masuk hutan di daerahnya, untuk berangkat dari rumah ke kampus dan biasa ketemu binatang-binatang buas seperti ular, harimau dan lain-lain. Saya sebagai orang yang tinggal di kota hanya melihat binatang-binatang buas di balik kerangkeng di kebun binatang. Sehingga merasa kagum atas keberanian anak ini.
Alasan bajunya tertinggal akhirnya dia ceritakan. Dia ketakutan karena melihat “HANTU” sehingga bajunya ditinggalkan di kamar mandi.
Sehingga dengan sengaja saya goda. Saya katakan padanya : “ Saya lebih baik ketemu hantu daripada ketemu binatang buas, karena hantu tidak dapat makan saya. Saat ini saya ditunggui rajanya hantu”.
Kebetulan saat itu yang belum tidur tinggal kami bertiga. Salah satu teman dari Sumatera Utara kemudian menegur saya, “ Kamu jangan takabur”. Seketika itu badan saya menggigil ketakutan dan diperhatikan oleh teman tadi. Dia berkata lagi “Nah kamu menantang dia, sekarang dia marah dan tidak terima”.
Saya diam seribu bahasa tanpa berucap kata-kata. Sejenak kutertegun tanpa bisa membalas ucapan teman dari Sumatera Utara. Selang beberapa waktu ke dua teman saya kembali ke tempat tidur (saat itu pembicaraan di aula/ruang makan). Tinggallah saya sendiri termenung sambil berjalan menuju tempat tidur. Kubaringkan badan, kupejamkan mata, namun sedetikpun aku tak bisa melupakan kata-kata teman tadi.
Gejolak jiwa mudaku bergelora. Kenapa sekarang saya menjadi takut sedangkan sebelumnya tidak merasakan takut (saat kuperintahkan diri untuk kembali menuju kamar mandi). Ada sebersit ketakutan yang muncul dan menggetarkan hati. “Aku tidak boleh kalah dengan hantu” : bisik hatiku.
Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke kamar mandi yang jaraknya dengan barak tidur kurang lebih 100 m. Kuambil gayung dan handuk, kutaruh ditangan kiri, selangkah demi selangkah mendekati pintu. Saat kupegang handle (gagang) daun pintu, kembali bergetar dan merinding kepala saya (ketakutan). Kubalikkan badan karena perasaan takut seketika menyelimuti pikiran dan perasaan. Kucoba menenangkan diri sambil berjalan-jalan,mondar mandir di dalam barak tidur. Setelah tenang kucoba lagi dan memberanikan diri untuk kembali menuju pintu keluar. Terjadi peristiwa yang terulang kembali, semakin bergetar dan merinding kepala hingga ke tangan. Akhirnya kududuk termenung di atas tempat tidur, sambil menenangkan diri.
Aku tidak boleh kalah, manusia adalah makhluk diciptakan oleh Allah yang paling sempurna, Malaikat saja harus tunduk pada Adam AS. (ketika Manusia pertama diciptakan oleh Allah). Pengetahuan ini kucoba tanamkan didalam Hati (Qolbu). Aku harus ingat Allah. Maka kuucapkan kalimat Tauhid secara perlahan-lahan dan terus menerus hingga ketakutanku hilang sedikit demi sedikit. Kemudian kutanamkan dalam diriku untuk mencoba lagi kembali keluar menuju pintu, kalau aku tidak boleh kembali sebelum sampai ke tujuan (kamar mandi). Ini kesempatan terakhir (yang ke tiga kalinya). Jangan tengok ke belakang, jangan menjerit. Hanya Allah tempat meminta tolong. Dan hanya Allahlah tujuan hidup ini.
Sambil membaca kalimat tauhid kulangkahkan kaki menuju pintu keluar. Ketakutan itu muncul lagi, saat kupegang daun pintu , menggigil seluruh badanku lebih dari yang kurasakan tadi. Kutetap langkahkan kaki dengan ketakutan yang semakin lama semakin memuncak (dengan jalan konsentrasi, menundukkan wajah) Dengan tekad yang bulat kubuang jauh-jauh perasaan takut yang selalu muncul dengan kalimat tauhid yang terus kubaca. Terjadilah peperangan yang cukup berat di dalam diri. Ada suara yang menyuruh kembali. Ada pula yang menyuruh terus berjalan. Dengan wajah menunduk terus berjalan penuh konsentrasi sampailah dekat barak kamar mandi. Tanpa kusadari ternyata lampu diseluruh barak atau pusdiklat saat itu padam. (sebelumnya masih terang)
Dengan meraba-raba kucari pintu masuk ke barak kamar mandi serta ketakutan yang sangat mendalam, akhirnya masuklah saya ke salah satu kamar mandi. Ada seolah-olah tangan mau mencengkeram leherku. Begitu takutnya, kupejamkan mata. Tapi muncul suara “Buka matamu! Kau tutup dan kau buka matamu sama saja. Kamu tidak bisa melihat apa-apa”. Dengan sekuat tenaga kubuka mata, kucoba menatap ke kiri dan ke kanan. Bagaimana menghilangkan perasaan takut ini, bisikku dalam hati.
Kemudian kuputuskan untuk ambil “Wudhu”. Tetap saja perasaan takut masih menghantuiku. Akhirnya kududuk bersila di kamar mandi sambil merenung dengan peristiwa yang terjadi.
Sambil duduk dikamar mandi terbersit suara “Kamu sedang berperang dengan musuh manusia yaitu Iblis, setan dan Jin. Dan mereka terbuat dari Api. Maka api, api, api harus dilawan dengan air, air, air. ” MANDI”. Karena perasaan takut yang sudah memuncak, kuputuskan untuk bangkit dan sambil meraba-raba mencari gayung untuk mandi walaupun belum kutanggalkan baju di badan.
Saat kuayunkan tangan untuk mengambil air dan arahkan ke badan. Ada sesuatu yang seolah-olah menghentikan tanganku. Cukup-cukup sudah, kembali, kembali, kembali. Seketika itu pula perasaan takut mulai mereda (walaupun belum hilang sepenuhnya). Dan kuputuskan untuk kembali ke barak. Saya langkahkan kaki menuju ke barak tidur lagi (hingga hilanglah perasaan takut secara perlahan-lahan sampai hilang sepenuhnya ketika menginjakkan kaki di barak tidur).
Setelah kejadian itu ada sebuah perasaan tenang yang hadir dalam diri. Banyaknya pergolakan-pergolakan (suara) dalam diri masih menimbulkan tanda tanya yang besar , “Siapakah yang bersuara dalam diri ini”. Kesimpulan pertama yang kudapatkan adalah bagaimana saya selalu ingat Allah dalam setiap keadaan dengan mencoba menyebut AsmaNya dalam Qolbu . Walaupun saya belum tahu apakah benar yang menyebut asma Allah ini adalah Qolbu atau bukan. Sehingga kumulailah hari demi hari dengan menyebut AsmaNya semampunya. Mulai bacaan Hamdallah, Taubat dan Penyerahan diri kuucapkan semampunya berganti-ganti sesuai dengan kondisi, pemahamanku dan pengalamanku saat itu. Saat saya merasakan ingin bersyukur maka kuucapkan bacaan Hamdallah, ingin bertaubat kuucapkan bacaan Istighfar dan saat merasakan ragu-ragu kubaca bacaan Hawallah. Demikian seterusnya tanpa menghitung jumlah, dan dimana saja berada maka selalu kuupayakan untuk mengingatNYA.
Hal ini terus kulakukan sampai selesai pendidikan Suskapin. Hari demi hari terus kuupayakan untuk mengingat Allah dengan membaca bacaan-bacaan pendek yang mampu kubaca, sambil berjalan, saat berdiam diri, saat di dalam kampus. Hingga pada suatu saat terbersit dalam benakku, bagaimana cara mengingat Allah dengan benar sehingga aku tetap beraktifitas seperti biasa, dapat mendengarkan dosen memberikan kuliah dan lain-lain. Karena saya bisa tidak dapat menyelesaikan kuliah, padahal aku telah berjanji kepada orang tua dan keluarga akan menyelesaikan kuliah sehabis ikut pendidikan Menwa di Bandung ini.(saat minta ijin ikut pendidikan akan menyelesaikan kuliah dengan cepat)
Ya Allah, berikan petunjuk kepada hambamu yang lemah ini, tunjukkan dan pertemukan dengan orang yang dapat membantu memecahkan persoalan ini. Aku ingin mendekat kepadaMU. Demikian doaku setiap hari kuucapkan dengan segala upaya kulangkahkan kaki untuk mencari orang yang dapat memberikan bimbingan sesuai doaku.
Demikian sedikit kisahku yang akan kulanjutkan dengan kisah-kisah yang lain dengan seorang yang memberikan inspirasi dalam pencarian jati diri.

BETAPA SULITNYA MEMIMPIN DIRI (1)

Pengalaman yang cukup menarik terjadi pada tahun 1990 saat mengikuti pendidikan SUSKAPIN angkatan ke XIX di Pusdikart Cimahi. Sebelum berangkat pendidikan ada sebuah tekad ingin belajar memimpin diri sendiri, karena saya punya pengalaman betapa sulitnya mendisiplinkan diri. Saya ikut pendidikan resimen mahasiswa mulai dari Pradiklatsar sampai Latgar menwa di Puslatpur (Pusat Latihan Tempur) AD Batu Raja SumSel, masih saja belum bisa mendisiplinkan diri terutama dalam hal belajar dan lain-lain.
Pengalaman yang sangat berarti adalah saat menahan amarah karena saat itu saya ditunjuk sebagai Komandan Peleton yang akan memimpin do'a makan pagi. Komandan peleton ditunjuk bergiliran dengan semua siswa yang ada (saat itu peserta kurang lebih 100 orang dari seluruh Indonesia).
Sebelum menjadi komandan peleton , saya melihat ada teman yang biasa ambil telur di meja makan dan dia duduk di meja makan yang lain. Sehingga selalu saja ada teman yang kurang lauk pauknya. Saya melihat ini, namun belum ada keberanian menegurnya, karena belum mengenal peserta pendidikan dengan baik (peserta dari Sabang sampai Merauke). Kejadian ini beberapa kali terulang, akan tetapi belum ada yang protes atau karena tidak ada yang melaporkan. Dan teman-teman yang kekurangan lauk pauk merasa cukup dengan lauk pauk yang ada. Saya berpikir bagaimana mencoba menyelesaikan masalah ini, sampai akhirnya ditunjuk sebagai komandan peleton.
Saat tengah malam kupersiapkan metode dan cara jika besuk pagi saya yang akan memimpin acara makan paginya. Sambil memperhatikan situasi dan keadaan saat memasuki ruang makan pada pagi harinya, kuperhatikan teman yang biasa mengambil lauk-pauk.
Ketika semua sudah duduk ditempatnya, maka kumulailah rencana saya. Kusiapkan semua dengan suara yang lantang.”Duduk Siap Grak”. Mereka semua dengan sigap mengikuti perintah sesuai kebiasaannya. Kemudian kulanjutkan kata-kataku.: “Sebelum kita mulai makan pagi dengan berdoa, tolong dilihat masing-masing meja apakah sudah sesuai jumlah orang dan lauk-pauknya.” (hal ini belum pernah dilakukan sebelumnya). Ada salah seorang dengan mengangkat tangan sambil berucap: “Kurang telur”. Maka kusampaikan kepada semua teman yang merasa mengambil telur dan tidak duduk ditempatnya agar mengembalikan telurnya. Kutunggu sampai beberapa saat, dan tidak seorangpun yang mau mengakuinya. Akhirnya dengan suara yang agak keras kusampaikan kalau tidak ada yang mengakui lebih baik tidak ada yang makan pagi hingga ada yang mengembalikan telurnya. Sampai akhirnya mata saya tertuju kepada teman yang biasa mengambil telur. Dan kukatakan : “Jika tidak ada yang mengaku, maka saya akan menunjuk orang yang biasa mengambil telur”. Mulailah emosi yang besar mengalir dalam dadaku sehingga membuat kepalaku seolah-olah bertambah besar. Teman yang kucurigai biasa mengambil telur kulihat menurunkan tangan (sepertinya mau membuang telur dan menghilangkan jejak).
Emosi yang bertambah besar dan membuat darah seolah-olah mendidih, terasa kepala menjadi bertambah besar sekali seolah-olah mau pecah. Kemudian munculah suara dalam diri` : “Tidak boleh kamu memaksakan kehendak walaupun itu tujuan baik, dan kamu bisa malu jika orang yang kamu tuduh ternyata dia bisa menghilangkan jejak. Tahan amarahmu!”.
Saat itu pula kututup mulut rapat-rapat untuk menahan kemarahan yang akan keluar melalui ucapan. Saya gambarkan seperti sebuah air yang mengalir deras ditahan dengan seketika, maka meledaklah tangis dalam dada. Seiring itu pula air mata mengalir di pipi dengan derasnya. Kututup mukaku dan bergetar tangan, berdegup kencang dadaku. Tak kuasa saya membendung tangisku dalam dada (tanpa suara karena kututup rapat-rapat dengan bentuk mulut mengerucut). Akhirnya doa makan dipimpin wakil Komandan Peleton. Perasaan lapar sepertinya langsung hilang, perutku sepertinya menjadi kenyang selera makanpun langsung hilang. Wakil komandan peleton sampai bilang, “Sudah cukup, cukup. Sekarang makanlah dulu.”. Tak kuhiraukan ucapannya, karena amarah yang berubah tangisan masih menderu-deru di dalam dada semakin lama semakin kencang tangisannya (masih dalam dada/ tak bersuara karena mulut yang kututup rapat-rapat).
Seiring amarah yang tertahan dan berubah menjadi tangisan dalam dada, dimana tangisan itu semakin kencang dan semakin kencang, yang akhirnya berubah menjadi tertawa terbahak bahak sangat kerasnya (masih dalam dada). Jika kondisi ini sampai ternampakkan keluar, pasti saya dianggap orang gila atau sedang mengalami kerasukan setan. Mulailah terpikir dalam benakku ada apa ini? Mengapa begini? Siapa ini?
Kejadian ini berlangsung beberapa saat hingga akhirnya suara tertawa mulai surut perlahan-lahan sampai tidak terdengar suara tertawa lagi dan berubah menjadi tersenyum (ketika itu terasa bibirku bergerak mengikuti senyum di dalam dada). Terjawab akhirnya dengan sebuah kata OH INILAH HIDUP, dan teringatlah saya dengan sebuah lagu dari rocker terkenal Ahmad Albar (Dunia Panggung Sandiwara). Sejak itu makin asyik saja saya dengan suara-suara dalam diri ini. Hanya saja saya belum tahu rahasianya.
Selama pendidikan di Pusdikart ada seorang teman (sebelah tempat tidurku) Baho Alang namanya dari SULSEL yang senantiasa melihat perubahan-perubahan yang terjadi denganku. Saat sedang latihan di luar kelas dan duduk istirahat di lapangan terbuka berdua saja, temanku ini berkata:: “Min, kenalilah dirimu!, dari mana asalmu dan mau kemanakah tujuan hidupmu? INGATLAH ALLAH SELALU” Pertanyaan dan pernyataan ini cukup membuat perenungan dalam diriku. Dalam beberapa malam kucoba memahami makna yang dikatakannya, sampai ada sebuah peristiwa yang akhirnya menyadarkan diri. Hingga pendidikan selesai saya berusaha memaknai perjalanan hidupku dengan mencari jawaban dari buku-buku agama, atau mencoba bertanya kepada orang-orang yang saya anggap tahu termasuk beberapa kyai. Tapi jawaban belum memuaskan hatiku. (kuliahku sempat terbengkalai dengan kondisi saat itu).
Dari waktu ke waktu kucoba untuk selalu ingat Allah dengan bacaan-bacaan yang kuikuti sesuai alunan keluar dan masuknya nafasku, untuk menjaga jasadku melakukan maksiat kucoba dengan berwudhu. Namun masih kurasakan betapa sulitnya untuk mengendalikan diri ini. Di dalam kampus/kelas (masih ada sisa mata kuliah yang belum selesai) kucoba tetap menjaga bacaan-bacaan dalam hati, jika saya buang hajat kecil (buang air kecil atau buang angin) saya wudhu kembali. Sampai akhirnya saya merasa dekat dengan Allah dan nikmat dengan bacaan-bacaan yang biasa kubaca.
Namun anehnya, dalam kondisi seperti ini saat saya mengerjakan shalat, justru pikiran dan perasaanku melayang-layang seperti menjauh dan lari dariku. Timbulah pertanyaan dalam diriku. Bagaimana ini ? Shalatku terasa tambah tidak khusuk. Sekolahku bisa gagal (karena tidak mendengarkan dosen). Bagaimana mendekatkan diri kepada Allah yang benar? Ada yang salah dalam pendekatanku kepada Allah SWT. Bagaimana mendekati Allah dengan benar. Ketakutan menghadapi masa depan, ketakutan kalau-kalau tidak lulus kuliah, rasa was-was mulai muncul. Akhirnya kuputuskan untuk mencari seorang pembimbing yang bisa menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam diriku.
Dalam masa pencarian-pencarian tersebut, kucoba menghilangkan rasa was-was atau ketakutan-ketakutan akan masa depan dengan mencoba memahami keberadaan diri yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Saya telah mendapatkan perangkat tubuh yang lengkap, mata, telinga, kaki, dan semua yang diberikan oleh Allah ini belum kufungsikan/kupakai dengan maksimal. Otak yang diberikan oleh Allah belum kupakai secara Optimal. Kubawa diri ini berjalan kaki ditengah hari menuju pasar kota (jarak dengan tempat kost kurang lebih 8 km. Sampai di pasar besar kota Malang, kuperhatikan seorang pekerja (kuli angkat) sedang mengangkat karung besar dengan tersenyum lepas. Mengapa saya tidak bisa tersenyum lepas seperti orang ini, begitu suara dalam diri ini muncul. Mereka dengan senang hati melakukan aktifitas seolah-olah tanpa ada beban. Mengapa saya harus takut menghadapi masa depan?. Aku tidak boleh takut atau malu, seperti ketika aku sedang berjalan kaki dan bertemu dengan teman di kampus saat tadi berjalan menuju pasar besar. Mereka pasti menganggap aneh berjalan di siang hari sendirian. Seperti pertanyaan yang pernah dilontarkan kepadaku oleh salah seorang teman. “Ada perubahan-perubahan apa dalam dirimu MIN, kelihatannya kamu kok aneh”, demikian pertanyaannya. “Apanya yang aneh?” tanyaku kemudian.
Setelah beberapa lama kemudian, ketika teman yang bertanyaku lulus kuliah dan dia akan meninggalkan kota Malang, saya mencoba menjelaskan dengan detail kepadanya. “Saya ingin mengenal siapa sebenarnya diriku ini”, demikian penjelasanku padanya. “Lho kamu udah lupa dengan dirimu sendiri?”,tanya temanku kemudian. “Ya ndak, Namaku ya masih ingat, tapi aku mau kenal siapa dibalik diriku ini, seperti ada beberapa kelompok yang ingin menguasaiku. Salah satu mengajak berbuat sesuatu, yang lain mengajak berlawanan, yang lain lagi mengajak berbeda lagi”, demikian penjelasanku. “Wah saya ndak tahu kalau seperti itu”, jawabnya. Saya sudah menduga bahwa cukup sulit untuk menjelaskan apa-apa yang sedang kualami ini kepada seseorang yang akan bertanya dengan perubahan-perubahanku.
Setelah beberapa waktu lamanya, alhamdulillah akhirnya kutemukanlah beliau bapak K.H. Achyari, dengan sedikit bercerita beliau memberikan nasihat. Katanya saat pertemuanku pertama kali dengan beliau : “MENDEKAT KEPADA ALLAH HARUS DENGAN ILMU, BERDZIKIR DENGAN WIRID TIDAK SAMA, DZIKIR HARUS PAKAI ILMU. KALAU KAMU MAU CARI ILMU MARI BERSAMA-SAMA DENGAN SAYA MENGHARAP RIDHO ALLAH”.
Pada suatu saat beliau bercerita lagi :
“UNTUK APA KAMU CARI ILMU ? “
“APAKAH MAU CARI KESAKTIAN ? “
“MAU CARI KEKAYAAN ?
“MAU MENIKMATI KEINDAHAN DUNIA (WANITA)? “BUKAN ITU TUJUAN HIDUPMU”.
“KEWAJIBANMU MENCARI MUSTIKA IMAN DALAM DADAMU ! ”
Hingga kuputuskan untuk belajar bersama beliau, sampai akhirnya beliau meninggalkan kami semua. Namun ada ucapan beliau ditengah malam sebelum wafat yang membuat saya senang dan ada harapan serta jaminan bahwa saya (semua teman yang belajar dengan sungguh-sungguh) tidak akan menderita dunia dan akhirat jika tetap berpegang teguh dengan Al Qur'an dan As Sunnah. Dan antara beliau dan santri tidak dapat dipisahkan dunia dan akhirat (tentu bagi santri yang tetap berpegang dengan pelajaran yang pernah diberikan).
Dengan kisahku ini, akhirnya kutulis pelajaran yang pernah diberikan dengan membuat sebuah judul “Brain & Mind Optimalization Program”. Dengan harapan untuk membantu teman-teman yang belum pernah kenal dengan karangan beliau serta teman-teman yang pernah belajar sebagai bahan kajian dan diskusi bersama-sama. Kutulis seringkas-ringkasnya agar bisa dibawa kemana-mana. Dengan metode skema agar membuat alur/diagram berpikir dengan benar sesuai yang pernah diajarkan atau dari kitab-kitab yang dikarang beliau. Kesulitan untuk menyimpulkan apa yang beliau tulis dan tebalnya kitab serta tidak dicetak untuk umum, maka saya beranikan untuk membuat tulisan sesuai dengan Rahmat Allah yang diberikan kepada penulis dengan landasan Kitab Syariatun Syafinah. Hanya kitab dengan judul Syariatun Syafinah yang dapat dicetak dan disebarkan untuk umum, agar dapat mengenal kajian Hikmah yang pernah beliau ajarkan.
Hambamu yang lemah ini, berilah selalu Ilham dan Hikmah agar sisa hidup ini punya nilai dan manfaat buat hamba sekeluarga, lingkungan terdekat, serta bangsa dan negara yang mulai mencari jati diri. Jangan biarkan kami semakin jauh tersesat dalam mengarungi samudra kehidupan. Kembalikan arah hidup ini untuk senantiasa mensyukuri RahmatMu dan mohon ampun atas segala khilaf dan dosa akibat kelalaian dan ketidak mampuan menolak ajakan mengikuti hawa nafsu. Ya Allah, tambahkanlah kemampuan Aqal dalam memimpin hawa nafsu ini. Engkau yang menciptakan hawa nafsu, Engkau pulalah yang dapat menundukkan Hawa Nafsu. Aku tiada mampu, kecuali dengan kekuatan yang Engkau berikan kepada Aqal dan bimbingan dari Hati Iman yang senantiasa menunjukkan jalan hidup yang benar.
Semoga tulisan ini memberikan inspirasi kepada teman-teman yang membaca kisahku ini. Di waktu lain akan kukisahkan pengalaman-pengalamanku sebelum, saat atau sesudah bersama dengan KH. Achyari. Mohon maaf yang sebesar-besarnya seandainya dalam merangkai dan menyusun kata terdapat kekhilafan yang menyinggung perasaan. Semoga Allah SWT. senantiasa memberikan KESADARAN IHSAN kepada kita sehingga setiap ucapan, langkah kaki dan ketetapan hati selalu mengingat akan kebesaranNYA.